Roof Garden with Hydroponic System Atasi Keterbatasan Lahan Hijau di Perkotaan

by - April 23, 2018



Best Essay Geo-Environment Student Challenge (GEOS) 2016
Juara II Essay Competition Geo-Environment Student Challenge (GEOS) 2016

  Hampir semua kota besar di Indonesia dipenuhi oleh pemukiman penduduk, gedung pencakar langit, dan berbagai infrastruktur perkotaan lainnya. Proporsi bangunan ini terus bertambah setiap tahunnya hingga menyebabkan ketimpangan antara luas lahan hijau dan bangunan di perkotaan. Kondisi ini juga berdampak pada suhu di perkotaan menjadi lebih hangat daripada suhu di pedesaan.
Pemerintah sebenarnya telah mengatur penataan ruang perkotaan untuk menjaga keseimbangan lahan hijau dan jumlah banguanan tersebut. Dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyebutkan bahwa perencanaan tata ruang wilayah kota harus memuat rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau yang luas minimalnya sebesar 30% dari luas wilayah kota. Proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% terdiri dari ruang terbuka hijau privat. Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.
Untuk mewujudkan persyaratan 30% tersebut bukan pekerjaan mudah. Faktanya banyak kawasan di kota-kota besar yang semula diperuntukkan sebagai ruang terbuka hijau justru berubah menjadi pemukiman padat penduduk, hotel, gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan. Upaya mengembalikan lahan menjadi ruang terbuka hijau butuh biaya dan energi yang tidak sedikit.
Salah satu solusi pengadaan ruang terbuka hijau yang dapat diimplementasikan dengan banyaknya bangunan di kawasan perkotaan yaitu dengan konsep bangunan beratap tanaman atau yang sering disebut dengan roof garden. Roof garden adalah sebuah taman yang dibuat pada atap sebuah rumah/kantor. Konsep ini merupakan salah satu upaya optimalisasi pemanfaatan lahan yang ada, untuk penanaman tanaman hijau seperti sayuran/buah-buahan maupun tanaman hias. Dengan dibangunnya roof garden pada sebuah rumah/kantor, maka kebutuhan ruang terbuka hijau akan terpenuhi walaupun dengan lahan yang terbatas. Selain itu roof garden juga akan berfungsi mengurangi dampak pemanasan global (Global Warming).
Namun sebelum membuat roof garden, satu hal yang perlu pertimbangkan adalah konstruksi atap bangunan. Apakah atap tersebut sudah didesain untuk mendukung beban media tanam berupa tanah dan pepohonan yang akan ditanam di atasnya atau tidak. Karena Roof Garden harus didukung struktur dan konstruksi atap yang kuat. Keberadaan tamanan di atas atap akan menimbulkan bertambahnya beban. Timbunan tanah dan tanaman akan menambah beban mati, beban angin, dan tambahan beban air pada atap bangunan. Penyiapan lahan roof garden inilah yang sering kali dirasa membebani bagi sebagian pemilik gedung karena harus memodifikasi konstruksi atap bangunan.
Oleh karena itu dikembangkan roof garden dengan sistem hidroponik sebagai salah satu upaya agar implementasi tanaman di atas atap ini semakin mudah. Hidroponik adalah suatu istilah yang digunakan untuk bercocok tanam tanpa menggunakan tanah sebagai media tumbuhnya. Tanaman dapat di tanam dalam pot atau wadah lainnya dengan menggunakan air dan atau bahan-bahan porus lainnya, seperti kerikil, pecahan genting, pasir, pecahan batu ambang, dan lain sebagainya sebagai media tanamnya. Untuk memperoleh zat makanan atau unsur-unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman, ke dalam air yang digunakan dilarutkan campuran pupuk organik. Campuran pupuk ini dapat diperoleh dari hasil ramuan sendiri garam-garam mineral dengan formulasi yang telah ditentukan atau menggunakan pupuk buatan yang sudah siap pakai. Bercocok tanam secara hidroponik dapat memberikan keuntungan, antara lain  tanaman terjamin kebebasannya dari hama dan penyakit, produksi tanaman lebih tinggi, tanaman tumbuh lebih cepat dan pemakaian pupuk lebih efisien, tanaman memberikan hasil yang kontinu, lebih mudah dikerjakan tanpa membutuhkan tenaga kasar, tanaman dapat tumbuh pada tempat yang semestinya tidak cocok, tidak ada resiko sebagai ketergantungan terhadap kondisi alam setempat, dan dapat dilakukan pada tempat-tempat yang luasnya terbatas.
Melalui sistem hidroponik ini pemilik bangunan tidak perlu banyak memodifikasi atap bangunannya sebelum digunakan sebagai media tanam. Dengan kemudahan pembuatan roof garden hidroponik tersebut diharapkan semakin banyak pemilik bangunan yang sadar akan pentingnya ruang terbuka hijau dan mulai mengaplikasikannya. Sehingga ketersediaan tanaman hijau sebagai produsen oksigen di perkotaan semakin meningkat.










DAFTAR PUSTAKA

Ferial, R. 2007. Bangunan Tinggi dan Lingkungan Kota. TeknikA Journal. No. 28 Vol.1 Thn. XIV November 2007. Universitas Andalas.


Lestari S.H. 2016. RTH Terkendala Status Lahan, Baru 21 Persen dari Target 30 Persen. http://surabaya.tribunnews.com/. Diakses pada 2 September 2016 pukul 10.30 WIB.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 05/PRT/M/2008 Tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Di Kawasan Perkotaan.


Rahadini, A. 2009. Penggunaan Atap Rumah Sebagai Taman Untuk Menurunkan Suhu Panas Dalam Ruangan. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2009. ISBN 978-979-18342-1-6. Program Studi Arsitekur Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang.

 

Rosliani, R & Sumarni, N. 2005. Budidaya Tanaman Sayuran dengan Sistem Hidroponik. Bandung: Balai Penelitian Tanaman Sayuran.

 

Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang


You May Also Like

0 komentar